Fabolous Se7en TD1 B

Perbedaan membuat kami beda..

Bauhaus 12 March, 2008

Filed under: 7 aliran desain,Bauhaus — fabolousse7entd1 @ 12:07 pm
Bauhaus
Jalan Menuju Era Modern

Bauhaus adalah sebuah ikon dari perkembangan Seni dan Arsitektur yang lahir akibat revolusi industri di daratan Eropa pada awal abad 20. Seni dan Arsitektur Bauhaus merupakan aliran dengan ideolog Perdamaian antara Seni dan Industri. Kelahiran Bauhaus didahului dengan terbentuknya Deutscher Werkbund pada 9 Oktober 1907 di Munchen, Jerman, yang digagas oleh 2 (dua) arsitek, Theodor Fischer dan Hermann Mutheseus.

Deutscher Werkbund adalah nama kelompok diskusi yang terdiri dari seniman muda, arsitek muda, penulis muda, pengrajin muda dan kalangan industri, yang pada awal berdirinya, kelompok ini beranggotakan 12 seniman dan 12 pemilik industri dan dianggap kelompok kelas menengah waktu itu.

Mereka ingin mencari solusi untuk meningkatkan kualitas produk-produk desain Jerman. Selain itu, diskusi ini juga mengarah pada usaha melepaskan diri dari idiom-idiom desain konservatif yang telah berkembang di daratan Eropa, termasuk Jerman selama berabad-abad, sehingga Deutscher Werkbund dikenal sebagai pionir Modernism dalam ranah arsitektur. Henry-Russel Hitchcock dan Philip Johnson lantas mempopulerkan Deutscher Werkbund sebagai The International Style pada pameran Arsitektur Modern di The Museum of Modern Art, New York, 1932.

Akibat perbedaan ideologi, pada 1914 Deutscher Werkbund terpecah dua, menjadi kelompok Typisierung yang dipimpin Peter Behrens dan Mutheseus serta kelompok Kunstwollen yang dipimpin oleh Henry van de Velde, Hugo Haering, Hans Poelzig dan Bruno Taut. Arsitek muda Walter Gropius termasuk dalam kelompok Kunstwollen yang pada akhirnya mendirikan Bauhaus di kota Wiemar, Jerman, pada 1919. Kota Wiemar adalah sebuah Acropolis (Negara-Kota) berbentuk republik yang baru saja berdiri.

Bauhaus merupakan hasil penggabungan dari 2 (dua) sekolah seni; Kunstgewerbeschule (Grand-Ducal Saxon School of Arts and Crafts) dan Hochschule fuer Bildendekunst (Grand-Ducal Saxon Academy of Fine Arts). Sistem pendidikan Bauhaus pada awalnya menyerupai sistem yang terdapat pada kuil-kuil Budha Shaolin dengan tema sentralnya di bidang desain. Para mahasiswa diberi pendidikan desain dengan metoda kerja-praktek yang diseling ritual latihan pernafasan, latihan fisik, meditasi, dan vegetarian serta memanfaatkan bengkel praktek dan kantin sebagai pusat interaksi sosial antarwarga Bauhaus, terutama antara master dan murid.

Sistem ini diperkenalkan oleh Johannes Itten–seorang pelukis modern–yang bergabung sebagai pengajar di Bauhaus pada 1920 dan membina mahasiswa baru dalam kuliah-kuliah pendahuluan. Itten sebelumnya pernah belajar ilmu kebatinan dalam filsafat timur Persia Kuno. Metoda pendidikan yang berbau mistik ini berlangsung sampai Itten berhenti dari Bauhaus pada 1923.

Kelahiran Bauhaus ditandai dua hal. Selain tuntutan dunia industri terhadap masalah-masalah desain yang lebih fleksibel dan bisa diproduksi secara massal, juga didorong revolusi desain dari kemunculan tren Gaya Art-Deco di Paris, Prancis, dan kelompok De-Stijl di Rotterdam, Belanda, pada periode yamg sama.

Bauhaus lebih mengutamakan kepada penciptaan prinsip-prinsip dasar desain modern sedangkan Art-Deco lebih kepada hasil penerapannya. Tapi keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu menjadikan karya desain sebagai milik semua kalangan masyarakat. Tidak terbatas pada kaum aristokrat. Sehingga dalam perkembangannya sulit dipisahkan pengaruh Bauhaus terhadap desain bergaya Art-Deco, terutama dibidang seni lukis, desain furnitur, desain tekstil dan fashion.

Revolusi desain oleh Bauhaus berintikan penolakan secara formal terhadap sejarah seni yang disebut anti-historism pada masyarakat yang sangat konservatif–antitesis dari lembaga yang sama di Paris, Prancis, Ecole des Beaux Arts yang mengutamakan pendidikan sejarah seni–dan hal inilah yang memberi pengaruh sangat besar terhadap perkembangan desain dan industri di dunia sampai saat ini.

Seni Bauhaus

Pada awal berdirinya, Bauhaus memfokuskan diri pada masalah seni dan kerajinan, sehingga para pengajar di Bauhaus didominasi seniman dan perajin, terutama pelukis modern dibanding arsitek, walaupun pendirinya arsitek muda kawakan. Tokoh-tokoh seni di Bauhaus diantaranya Paul Klee, Oskar Schlemmer, Wassily Kandinsky, El Lissitzky, Lazlo Moholy-Nagly, Marcks, Feinninger, Munche Schlemmer, dan Johannes Itten. Mereka dikenal sebagai Master of Form dan kebanyakan berasal dari Rusia.

Karya seni lukis Bauhaus kebanyakan berbentuk kubisme dan ekspresionisme yang merupakan pengaruh dari pelukis modern Rusia bergaya konstruktivisme. Pesatnya perkembangan industri dan meningkatnya kebutuhan alat rumah tangga–seiring perubahan dari tatanan masyarakat agraris ke masyarakat industri akibat dari revolusi industri–desain produk seperti furnitur dan alat rumah tangga lain yang kebanyakan didominasi bahan metal, kulit dan kaca, mulai mendapat perhatian di Bauhaus

Eksperimen bentuk untuk produk-produk industri dikenalkan oleh tokoh muda Bauhaus, Josef Albert (1888-1976). Untuk produk furnitur, yang paling menonjol dan masih diproduksi sampai sekarang adalah karya desainer Marcel Bruer diantaranya Wassily Chair dan B32 Chair. Seni Bauhaus tetap menjadi literatur para desainer, baik dibidang furnitur, seni lukis, desain mode dan fashion sampai saat ini.

Arsitektur Bauhaus

Pada awal berdirinya Bauhaus di kota Wiemar, bidang arsitektur belum mendapat perhatian khusus. Para arsitek yang terlibat dalam ‘kuil desain’ Bauhaus hanya membicarakan arsitektur pada skala cabang-cabang desain berupa desain material bangunan. Setelah kepindahan Bauhaus dari kota Wiemar ke kota Dessau 1926, baru bidang arsitektur mendapat perhatian khusus.

Hal ini mulai terlihat pada kampus baru Bauhaus di Dessau yang didesain oleh Walter Gropius dengan penampilan bangunan berbentuk kubus dengan atap datar serta a-simetris dan tanpa ornamentasi, yang sebenarnya mulai menjadi tren di Jerman waktu itu. Komponen bangunan terdiri dari pre-pabrikasi beton, beton bertulang, kaca dan metal dalam bentuk produksi massal.

Gedung Bauhaus yang baru ini terdiri dari ruang studio, bengkel seni, teater, auditorium, gymnasium, ruang dosen dan kantin serta kantor berpraktek arsitek bagi Walter Gropius. Pada 1927 baru didirikan jurusan arsitektur yaitu setahun setelah pindah ke Dessau. Ketika kepemimpinan Bauhaus beralih dari Walter Gropius ke Hannes Meyer–seorang arsitek Swiss kawakan–pada 1928 program pendidikan arsitektur lebih terfokus pada permasalah kota, yaitu berdasarkan realitas sosial yang ada dimana terjadi permintaan akan pemukiman bagi para pekerja pabrik akibat pertumbuhan industri. Sehingga arsitektur yang tampil adalah berupa bagunan sederhana, murah dan dapat dibongkar pasang, termasuk furniturnya.

Pada periode ini terdapat para pengajar bidang perkotaan antara lain Mart Stamp, Ludwig Hilberseimer dan Hannes Meyer sendiri. Dari 1930-1932 terjadi kemunduran berarti di Bauhaus yaitu pada masa kepemimpinan Ludwig Mies van der Rohe. Pada 1933 Bauhaus pindah ke kota Berlin dan ditutup pada tanggal 10 Agustus 1933 oleh pemerintahan NAZI. Tokoh-tokoh Bauhaus banyak yang berimigrasi ke Amerika Serikat termasuk Mies van der Rohe yang kembali menemukan popularitasnya di sana dengan menjadi pimpinan Illinos Institute of Technology di Chicago. Tokoh sentral Bauhaus yang tetap dikenang sampai sekarang dalam pendidikan arsitektur adalah Walter Gropius dan Hannes Meyer.

Daya tarik dan nama besar Bauhaus telah membuat Yayasan Bauhaus di Dessau kembali mendirikan sekolah yang bernama Bauhaus Kolleg pada 1999, tetapi nafasnya sangat jauh berbeda dan semangat ini lebih kepada romatisme terhadap Bauhaus. Perlu dipahami bahwa pengertian arsitektur Bauhaus tidak terbatas pada jurusan arsitektur yang ada di Bauhaus, tetapi karya-karya arsitektur yang lahir bersamaan dengan Bauhaus yaitu dari arsitek yang aktif di Deutscher Werkbund.

Arsitek-arsitek yang karyanya dianggap berideologi Bauhaus antara lain; arsitek Peter Behrens dengan karya AEG Turbin factory Assembly Hall (di Berlin 1908-1909), arsitek Hans Poelzig dengan karya Sulphuric Acid Factory (di Luban, 1911-1912), arsitek Walter Gropius, Adolf Meyer dan Edward Werner dengan karya Fagus Shoe last Factory (di Leine, 1910-1914), arsitek Erich Mendelsohn dengan karya Einstein Tower (di Postdam, 1920-1921) dan Schocken Department Store (di Stuttgart, 1926-1928), arsitek Fritz Hoger dengan karya Chile House (di Hamburg, 1922-1924), arsitek Adolf Loos dengan karya Goldman & Salalsch Building (di Vienna, 1909-1911), dan arsitek Bruno Taut dan Martin Wagner dengan karya Britz Estate (di Berlin, 1925-1927).

Pada dasarnya arsitektur Bauhaus bercirikan denah yang signifikan dengan aktifitas dan fungsi antar ruang yang saling berkaitan–yang kebanyakan berupa bangunan pabrik–terbebas dari aturan gaya arsitektur dan ornamentasi. Selain itu juga berupa bangunan tinggi dengan mengekspos tangga atau elevator serta berdinding kaca. Dalam ranah arsitektur, pengaruh Bauhaus masih terasa sampai sekarang, karena Bauhaus telah berhasil membebaskan arsitektur dari tradisi lama berwujud greeko-roman yang historism, serta membuka jalan bagi perkembangan arsitektur modern. Walaupun sesudahnya mendapat kritikan yang tajam terhadap perkembangan arsitektur modern dengan stream–The International Style. Bagaimanapun Bauhaus telah menjadi pencetus ideologi baru di bidang desain, meskipun umurnya tidak begitu panjang. Termasuk terhadap perkembangan desain pada seni dan arsitektur di Indonesia.

1919, Bauhaus

Bauhaus dibuka pada tahun 1919 di bawah arahan arsitek terkenal Walter Gropius. Sampai akhirnya harus ditutup pada tahun 1933, Bauhaus memulai suatu pendekatan segar untuk mendisain mengikuti Perang Duni Pertama, dengan suatu gaya yang dipusatkan pada fungsi bukannya hiasan.

 

Beberapa karya De Stijl 11 March, 2008

Filed under: 7 aliran desain,De stijl — fabolousse7entd1 @ 1:26 pm

stijl1.jpg composition1.jpg theo-van-doesburg-pure-painting.jpg

schroeder house theo-van-doesburg.jpg 200px-rietveldschroderhuis.jpg piet-mondrian-color-planes-in-oval.jpg

piet-mondrian-broadway-boogie-woogie.gif megaria-2.jpg bioskop-megaria.jpg

 

De Stijl

Filed under: 7 aliran desain,De stijl — fabolousse7entd1 @ 12:52 pm

1916, De Stijl
Gaya yang berasal dari Belanda, De Stijl adalah suatu seni dan pergerakan disain yang dikembangkan sebuah majalah dari nama yang sama ditemukan oleh Theo Van Doesburg. Motor dari De Stijl adalah arsitek dan desainer Gerrit Rietveld. Pusat Kebudayaan Belanda di Jakarta, Erasmus Huis akan menyelenggarakan Pameran Rietveld & De Stijl dan berlangsung sampai tanggal 29 Juli 2006. Pengaruh gerakan ini masih ditemukan pada topografi, desain dan arsitektur Belanda serta seni video. De Stijl menggunakan bentuk segi-empat kuat, menggunakan warna-warna dasar dan menggunakan komposisi asimetris. Gambar dibawah adalah Red and Blue Chair yang dirancang oleh Gerrit Rietveld.Gaya desain De Stijl sendiri memiliki ciri khas kotak-kotak atau memiliki elemen bidang persegi yang dimiliki juga pada kemasan ini. De Stijl sendiri bermula pada tahun 1916 yang berasal dari Belanda yang merupakan suatu seni dan pergerakan desain yang dikembangkan sebuah majalah bernama Sama yang ditemukan oleh Theo Van Doesburg. De Stijl menggunakan warna-warna dasar dan menggunakan komposisi asimetris serta bentuk segi empat yang kuat.Seniman terkenal pada masa ini adalah Mondrian (pelukis) dan Rietvald (arsitek). Mereka menuangkan bentuk-bentuk dekoratif kedalam bentuk geometris dengan teori Neo Plasticism (Mondrian) “kreasi baru seni …hanya dapat didasarkan pada abstraksi dari semua bentuk dan warna (baca: garis tegas dan warna-warna utama).”(Le Moine 1987)
Pembagian ruang yang tepat, sederhana, bentuk dasar, warna primer, tipografi asimetris. Konsep metafisik secara radikal mengubah bidang/lembar cetakan. (Kebanyakan) mempengaruhi Bauhaus, International Style, dan “Swiss Graphic”. Mondrian, Van Does. De Stijl merupakan gaya dari Belanda (de Stijl bisa diartikan The Style dalam Bahasa Inggris, alias gaya dalam Bahasa Indonesia) tidak sempat masuk ke Indonesia. Itu karena Belanda menjajah Indonesia, namun tampaknya gaya ini kurang begitu populer untuk bisa berkembang ke luar, bisa pula karena Belanda sedikit terkucil karena menolak terlibat Perang Dunia I. Kesimpulannya, jarang orang bisa tahu de Stijl.Jadilah rasa kagum bertambah lagi saat gaya de Stijl bisa dibahas dalam sebuah brosur promosi perguruan tinggi yang mahal dan bergensi di Jakarta. Di situ tertulis kalau mahasiswanya tidak cuma merancang baju tapi membuat karya berkonsep dan dekat dengan karya seni murni.

Apa itu De Stijl?

Bukan kerupuk ikan. Bukan juga merk sambal. De Stijl adalah sebuah fenomena seni yang dimotori Theo van Doesburg dan Piet Mondrian ga berapa lama setelah perang dunia I. Intinya bagaimana sebuah karya seni lukis tidak lagi meniru bentuk-bentuk yang sudah ada di alam. Tapi melompat jauh dengan menyederhanakannya menjadi konsep ruang saja. Jadi jangan heran kalau lukisan dengan gaya seperti ini kebanyakan berbentuk tumpukan kubus dan persegi panjang. Tapi jangan takut, ada juga beberapa yang memakai lingkaran atau pengaturannya rada miring seperti karya Vilmos Huszár.Hal yang menarik dari pelukis de Stijl adalah kemampuan mereka untuk memanipulasi penglihatan anda jauh sebelum optical art ditemukan pada tahun 1960an. Hal seperti ini bahkan baru bisa dibahas berapa tahun lalu oleh penulis buku grafis Tatsu Maki.Atau untuk anda yang sedikit lebih sensitif, perhatikan kotak-kotak di lukisan ini lebih lama. Bisakah anda membayangkan susunan rumah dengan berbagai tingkatan dan tangga-tangganya. Ingat, lukisan itu hanya terdiri dari kotak-kotak dua dimensi.Tapi cara desainer dan calon desainer benar-benar membuat hati berdecak “kagum”. Mereka bahkan hanya meniru susunan kotaknya untuk dijadikan motif! Tidak ada sama sekali hal yang istimewa dengan bentuk bajunya, jangankan untuk mengolah konsep lukisannya menjadi hal yang baru. Untuk lebih meyakinkan bahwa itu gaya de Stijl, dikutip salah satu kalimat Piet Mondriaan yang kalau diterjemahkan bunyinya kira-kira “Anda bisa ikutan jadi de Stijl tanpa perlu menjadi kotak”. De Stijl atau dalam Bahasa Inggris the style adalah gerakan seni di sekitar tahun 1920an. Konsep ini berkembang seiring terjadinya perang dunia pertama yang berlarut-larut. Komunitas seni de Stijl kemudian berusaha memenuhi keinginan masyarakat dunia mengenai sistem keharmonisan baru di dalam seni. Konsep ini diwujudkan dalam pemikiran utopia. Mereka mewujudkan abstraksi dan keuniversalan dengan mengurangi campur tanganbentuk dan kekayaan warna semaksimal mungkin. Komposisi visual disederhanakan menjadi hanya bidang dan garis dalam arah horisontal dan vertikal, dengan menggunakan warna-warna primer seperti merah, biru, dan kuning di samping bantuan warna hitam dan putih. Dalam kebanyakan karya seni, garis vertikal dan horisontal tidak secara langsung bersilangan, tetapi saling melewati satu sama lain. Hal ini bisa dilihat dari lukisan Mondrian, Rietveld Schröder House, dan Red and blue chair.

Pengaruh dan perkembangan

Konsep de Stijl banyak dipengaruhi filosofi matematikawan M. H. J. Schoenmaekers. Piet Mondrian, kemudian mempublikasikan manifes seni mereka Neo-Plasticism pada tahun 1920, meskipun istilah ini sebenarnya sudah digunakan olehnya pada 1917 di Belanda dengan frase Nieuwe Beelding. Pelukis Theo van Doesburg kemudian mempublikasikan artikel De Stijl dari 1917 hingga 1928, menyebarkan teori-teori kelompok ini. Perupa de Stijl antara lain pematung George Vantongerloo, dan arsitek J.J.P. Oud dan Gerrit Rietveld.Pada dasarnya aliran de Stijl hanya bergerak dalam dunia lukis. Sebab bagaimanapun konsep de Stijl adalah abstraksi secara ideal komposisi warna dalam bentuk dua dimensi, walaupun kemudian juga menghasilkan kesan ruang. Pemanfaatannya sangat banyak di dalam interior dan arsitekrur. namun seperti yang ditulis oleh Piet Mondrian bahwa de Stijl tetaplah sebuah konsep ideal dalam dua dimensi. Meskipun Theo van Doesburg berusaha keras memperjuangkan pengaplikasiannya dalam dunia arsitektur, de Stijl tetaplah hanya menjadi bahan pertimbangan dalam pengolahan bidang-bidang warna, bukan arsitekturnya sendiri. de Stijl meredup seiring perpecahan di antara Theo van Doesburg yang aplikatif dan Piet Mondrian yang teoritis. Hingga akhirnya majalah de Stijl terakhir kali terbit untuk mengenang kematian Theo van Doesburg.

Seniman yang terlibat dalam gerakan de Stijl :

Piet Mondrian (1872 – 1944) Theo van Doesburg (1883 – 1931) Ilya Bolotowsky (1907 – 1981) Marlow Moss (1890 – 1958) Amédée Ozenfant (1886 – 1966) Max Bill (1908 – 1994) Jean Gorin (1899 – 1981) Burgoyne Diller (1906 – 1965) Georges Vantongerloo (1886 – 1965) Gerrit Rietveld(1888 – 1964) Bart van der Leck (1876 – 1958)

Perkembangan Arsitektur Modern di Belanda

Kelompok Amsterdam School lebih menitikberatkan pada ‘orisinalitas dan alamiah’ . Alirannya Romantism dan dijuluki ‘Dutch Expressionist Architecture’ yang berciri ketidakpuasan terhadap hasil desain industri. Bangunan karya merekan berdasarkan pengolahan massa yang kompak dan plastis , bahan dasar dari alam, ornamentasi berdasarkan garis-garis lengkung. Mereka menganggap interior desain sebagai unsur yang tidak terpisahkan dalam bangunan bahkan hubungan antara interior dan eksterior sangat erat sekali sebagai pencerminan suatu bangunan . Karyanya sering disebut sebagai “ Idividual Art “. Tokoh-tokohnya antara lain Michael De Klerk , Job & Trey .Kelompok De Stijl sangat bertolak belakang dengan Amsterdam School karena lebih menitikberatkan pada fungsi dan estetika kelompok , kelompok ini lebih menyukai hasil industri yang terstandartisasi , dengan bentuk-bentuk dan komposisi geometri .Menurut kelompok ini , penentuan ukuran serta bentuk ruang, hubungan antar ruang, dan sistem sirkulasi merupakan faktor penentu dalam merencanakan sebuah bangunan , apabila bangunan tersebut gagal dalam memenuhi tuntutan itu maka bangunan itu tidak dapat dikatakan berfungsi ,oleh sebab itu arsitek pada kelompok ini berusaha membuat bangunan bebas dari pengaruh berbagai macam style baik datang dari luar maupun bentuk-bentuk peninggalan sejarah karena style dianggap menghambat berfungsinya sebuah bangunan secara efisien.

Modern Minimalis, Garis Lurus yang Indah

Salah satu pendekatan desain terhadap mebel dan interior, yang relatif bertahan hingga kini, populer dengan sebutan minimalis. Gagasan ini sebenarnya telah dirintis sejak akhir abad ke-19, antara lain terlihat pada gerakan estetik De Stijl di Belanda dan sekolah Bauhaus, Jerman, pada tahun 1920-an.Desain minimalis yang kemudian bergerak ke berbagai cabang desain ini adalah kelanjutan dari gerakan seni minimal (minimal arts). Minimalis berhubungan dengan jumlah sedikit, yang dalam estetika modern berarti cukup. Istilah minimalis dipakai untuk menggambarkan gerakan modern yang ditandai dengan penolakan terhadap ornamen dalam desain sehingga memunculkan bentuk dan struktur yang sepenuhnya elemental.Di sini perabot hanya dibuat sesuai dengan bentuk dan strukturnya, tanpa tambahan ukiran yang tak memiliki aspek guna langsung. Material diolah dengan jujur, sebaik mungkin, dan dibuat dengan teknik yang baik sehingga mampu memenuhi kebutuhan pemakainya dari segi kegunaan semata. Sebuah desain yang bersih dan fungsional. Minimalis identik atau bahkan disebut sebagai roh dari desain modern.Minimalis tak hanya ditemukan pada zaman modern. Berbagai kebudayaan tradisional dunia memiliki tradisi menciptakan benda fungsional dengan bentuk dan tingkat kerumitan sederhana, tetapi kualitasnya tinggi. Bentuknya pun indah karena tercipta dari upaya memenuhi fungsi.Oleh karena manusia modern lebih mengedepankan kelurusan akal budi, terwujudlah garis-garis lurus pada desain modern. Desain mebel pun dibuat sesederhana mungkin, sejauh bisa memenuhi kebutuhan optimal manusia modern.Dalam mebel modern yang berkarakter dan berbentuk minimalis, segala ornamen hiasan menjadi benda ”haram”. Bahkan beberapa elemen tambahan, yang sebelumnya dianggap fungsional, dicari-cara agar dapat ditiadakan dengan mengganti dari bagian struktur atau bentuk.Misalnya, laci dibuka dan ditutup dengan ditarik dan didorong lewat sesuatu yang kecil, tetapi memungkinkannya dioperasikan. Pegangan pintu lemari atau laci dibuat dalam berbagai bentuk dan warna, selain karena fungsi untuk membuka-tutup daun pintu atau laci, juga menjadi satu-satunya hiasan perabot modern. Orang juga membuat lekukan pada sisi bagian depan atas/bawah laci agar pegangan dapat dihilangkan dan laci jadi ”bersih”.Ketika hiasan dihilangkan sama sekali, lalu apa elemen estetis mebel minimalis? Para perintis desain modern mengajak orang mengapresiasi sesuatu yang dihadirkan oleh karakter permukaan material secara jujur, apa adanya.Desain yang bersih hiasan memberi keleluasaan visual sekaligus spasial. Material (alam) yang dipakai sebagai bahan baku mebel memiliki kualitas estetika sendiri, tanpa perlu diberi ukiran yang malah menghilangkan ”jati diri” materialnya.Keindahan dititipkan pada bentuk sederhana, permukaan material apa adanya, didukung komposisi estetik yang diterapkan pada desain tersebut. Serat kayu yang meliuk-liuk di permukaan diolah agar muncul menjadi kekayaan visual.Oleh karena kayu berserat indah relatif mahal, sedangkan desain yang baik menghendaki material berkualitas, maka kayu dibuat dalam bentuk lembaran setebal 1 milimeter (veneer) dan ditempelkan pada permukaan kayu lapis pembentuk struktur.

Segi empat

Sementara kata modern sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti sekarang, kini. Istilah ini dipakai untuk membedakan waktu sekarang dengan periode sebelumnya. Ini juga untuk menandai sesuatu yang baru, termasuk semangatnya, dan tentu saja berkonotasi lebih baik daripada zaman sebelumnya.Istilah desain modern menunjuk pada pendekatan terhadap desain abad ke-20 dan seterusnya. Desain yang dibuat sejak abad itu mempunyai ciri yang berbeda sama sekali dengan desain sebelumnya. Desain modern ingin meninggalkan semua ciri pada desain masa lalu.Kalau desain masa lalu meriah dengan segala hiasan, dekorasi, atau ornamen, maka dalam desain modern semua hiasan itu dianggap ilegal. Dari segi bentuk, desain modern yang rasional menitipkan gagasan pada garis yang lurus-lurus saja.Konon penganut desain modern terbagi dalam dua ”sekte”. Pertama, mereka yang percaya desain dapat dibuat dalam bentuk segi empat atau kotak dengan konstruksi penggabungan dari beberapa garis lurus. Ini bahkan berlaku untuk mebel yang berhubungan atau dipakai langsung tubuh manusia, seperti kursi. Kedua, dipelopori keturunan Viking yang percaya bentuk alam itu melengkung-lengkung. Tak ada sudut di alam ini. Maka, kursi dibuat dengan garis organis seperti pada manusia, melengkung seksi.

Teknologi

Mebel modern masa kini tak hanya mengandalkan bentuk sederhana, tetapi juga lebih menekankan pada kemampuan teknologi dalam produksi, terutama meminimalkan kuantitas material dengan memaksimalkan bentuk yang dapat dicapai.Pesatnya teknologi material dalam bidang plastik dan turunannya, seperti fibreglass/resin, fibreglass-reinforce poliester, polypropylene, thermoplastic, dan harga akhir yang rasional, maka dia menjadi materi yang digemari desainer dan konsumen mebel.Kursi, misalnya, tak hanya dikembangkan desainer semata karena industri material, tetapi juga adanya pasar yang terbuka, seperti merebaknya kafe yang umumnya didesain dengan pendekatan langgam mutakhir.Maka, sifat plastik yang plastis memungkinkan aspek kenyamanan ergonomis dapat dicapai tanpa bantuan busa. Dengan penghargaan pada alam dan kelestarian lingkungan, di Skandinavia—sejak tahun 1950-an— mebel berbentuk organis dibuat dari kayu lapis tipis yang dilengkungkan dengan manis. Sementara untuk sofa dan kursi tamu, bentuk yang mendekati kotak tetap dipakai.Untuk lemari dan meja, bentuk empat persegi panjang atau kotak dipakai dalam desain mebel karena dianggap paling mudah dikenali. Dari perabotan di dapur (seperti meja dan rak piring) sampai meja teh di ruang tamu, didominasi bentuk empat persegi panjang.Keberadaan mesin dan industri amat mendukung sehingga muncul istilah kemasan modern (package modern), yakni mebel yang dapat dibongkar pasang (knockdown) dengan bahan kayu lapis atau particle board, dan permukaan plastik melamik meniru kayu.Interior modern dengan pendekatan tropis atau resor memilih material kayu yang bersih ornamen dengan penyelesaian warna gelap, seperti cokelat, salak, kopi, atau mahoni.Interior yang dilengkapi mebel modern minimalis menciptakan suasana lega, lapang. Ruang yang terbatas menjadi nyaman karena obyek visual minim. Mata juga tak diganggu dengan bentuk dan detail yang rumit. Konon, ruang bergaya minimalis dapat menjadi terapi jiwa bagi penghuninya.

Pengaruh Gaya De Stijl Terhadap Bangunan di Indonesia

Bioskop Megaria dirancang Han Groenewegen (Den Haag 1888-Jakarta 1980) pada 1945 dan banyak berorientasi pada aliran De Stijl seperti tampak pada menara menjulang yang merupakan salah satu ciri khas genre ini. Bangunan seperti Megaria dalam konsep De Stijl biasanya dirancang dalam empat tampak, yaitu depan, samping kiri dan kanan, serta tampak belakang. Bangunannya tidak seperti gaya bangunan frontal yang lebih mengutamakan tampak depan. Bioskop Megaria dibangun pada 11 Agustus 1949 dan rampung sekaligus mulai dioperasikan pada 1951. Awalnya bioskop ini bernama Metropole. Konon, Bung Karno tak suka dengan nama yang berbau Belanda itu. Pada tahun 1960-an Metropole diganti menjadi Megaria. Setelah bergabung dengan kelompok bioskop 21 pada tahun 1990-an, namanya diganti lagi menjadi Metropole 21. Sejak beberapa tahun silam kembali menggunakan nama Megaria 21 hingga hari ini. Karena hanya tinggal Megaria yang mempunyai desain seperti itu, Pemda DKI menetapkannya sebagai cagar budaya sejak 1993.

 

Constructivism

Filed under: 7 aliran desain,Constructivism — fabolousse7entd1 @ 11:26 am


1. Constructivism (1918)

Adakah suatu pergerakan seni modern yang dimulai di Moscow pada tahun 1920 (dimulai setelah akhir dari revolusi oktober). Constructivism adalah sebuah konstruksi yang mengatur pada sistem sosial, yang ditandai oleh penggunaan metode industri untuk menciptakan object geometris. Constructivism adalah sebuah kekuatan yang aktif sampai sekitar tahun 1934, dan mengalami masa kejayaan dalam pemerintahan republik Weimar, sebelum akhirnya digantikan oleh Realisme Sosial. Constructivism Rusia berpengaruh pada pandangan modern melalui penggunaan huruf sans-serif berwarna merah dan hitam diatur dalam blok asimetris dan juga merupakan gabungan dari kata dan gambar sebagai pengalaman visual yang terjadi secara serentak. Fotogram, foto-montase-superimposisi (saling bertumpuk), focus yang berlainan, tipografi konkrit. Poster inovatif sebagai alat untuk komunikasi revolusioner.Contoh dari tokohnya adalah Lissitzky, Malevich.

Gambar dibawah adalah model dari Menara Tatlin, suatu monumen untuk Komunis Internasional :

Belle Epoque, poster dan kota

Adalah Perancis, khususnya Kota Paris, di akhir abad 19 hingga beberapa dekade awal abad 20, yang menjadi pusat perkembangan poster modern. Penulis Perancis Guillaume Apollinaire menggambarkan hubungan berbagai jenis publikasi modern dan kehidupan Kota Paris masa itu: & quot;Katalog, poster, dan berbagai pamflet iklan… . Percayalah pada saya, semua ini adalah puisi zaman (modern) kita.” Seni(man) poster benar-benar mendapat peran penting dalam dinamika kehidupan kota di masa itu.

Awalnya, ini dipicu oleh perkembangan teknik cetak warna litografi yang sudah berkembang sejak abad 18. Seniman cetak grafis Jules Cheret dengan litografi multiwarnanya membangkitkan gairah seniman sezamannya untuk menjelajahi kemungkinan baru dalam seni poster. Pamflet dan poster sebelum inovasi Cheret kebanyakan hanya berukuran kecil dan dipenuhi teks. Cheret mengubah semua itu: poster menjadi sangat pictorial, didominasi gambar dan teks jadi menciut porsinya.

Tapi, tentu saja ada gerak sosio-ekonomi, faktor yang lebih mendasar, yang ikut mendorong perkembangan seni poster ini. Sejak akhir abad ke-19, industrialisasi memicu produksi barang-barang konsumsi, tempat berpijak jasa periklanan modern. Kehidupan kota, yang tumbuh jadi pusat kesibukan modernisasi, dipenuhi acara hiburan bagi kelas menengah baru, menyediakan pentas luas juga bagi seni(man) poster.

Melalui karya-karya Henri de Toulouse-Lautrec, seni poster ikut mengisi khazanah perkembangan seni rupa modern Barat sampai paruh awal abad ke-20. Poster karyanya untuk panggung hiburan Moulin Roug’ (1898) dengan stilisasi sosok gemulai artis Jane Avril, dengan warna cerah dalam bidang-bidang lebar, dianggap memberi pembaruan pada poster: masuknya cita rasa artistik seni rupa modern ke dalam bidang komunikasi massa dan niaga.

Sampai awal abad ke-20, Toulouse–Lautrec dan rekan-rekan segenerasinya membanjiri kota-kota penting Eropa dengan poster bercorak Art Nouveau. Sebagian besar seniman poster terkemuka dari masa serba indah ini, Belle Epoque, hidup dan berkarya di Paris, melahirkan berbagai varian Art Nouveau yang memperkaya corak seni rupa modern Barat.

Seni poster ini menyebar ke seluruh Eropa, bahkan hingga ke Amerika Serikat dan hadir di baris depan budaya masyarakat urban. Di Perancis, adalah café dan dunia hiburan, lengkap dengan produk rokok dan alkoholnya, menjadi pihak pemesan poster yang paling aktif. Di Italia, peran ini diambil oleh kelompok opera dan industri fashion. Di Spanyol, pertunjukan adu banteng dan berbagai festival kota; di Belanda, dunia penerbitan sastra dan produsen alat-alat rumah tangga; di Jerman, berbagai pameran dagang dan majalah; di Inggris dan Amerika, berbagai penerbitan jurnal sastra dan pentas sirkus. Sebuah risalah menyebutkan bahwa ada masanya ketika kota Paris, Milan, Berlin, Madrid, menjadi galeri seni yang panjang dan berliku di sepanjang jalan-jalan rayanya.

Atau, bayangkanlah sebuah kota yang meriah di akhir abad ke-19, seperti Paris, dengan berbagai koridor arkade yang begitu memukau perhatian Walter Benjamin itu. Dalam kumpulan fragmen, kutipan, dan komentarnya, The Arcades Project, adalah kemeriahan lorong-lorong arkade dan bulevar Kota Paris yang dijadikan model dan pusat perhatian Walter Benjamin untuk memeriksa dinamika modernitas dari kapitalisme awal. Benjamin, meminjam deskripsi dari Baudellaire, menjelaskan tentang flânerie, jalan-jalan, yang dilakukan seorang pelancong kota, flâneur, yang menyusuri arkade. Ia hanyut bersama kerumunan orang yang lalu-lalang di sepanjang arkade, lorong beratap kaca dengan berbagai toko, café, dan segala rupa ruang pamer di kedua sisinya.

Lorong-lorong itu adalah tempat bermuaranya nilai-nilai modernitas yang penuh paradoks dan ironi, ruang dialektika masyarakat modern. Sebuah ruang yang tidak di luar, tidak di dalam; eksterior, tapi juga interior; pembujuk yang menggoda dan memenjara konsumen dengan segala komoditas yang ditawarkan toko-tokonya, juga pintu gerbang yang menawarkan utopia tentang masa makmur serba berlimpah.

Secara arsitektural tempat ini adalah tempat yang aman: ia meredam riuh kereta dari arah lebuh di kedua ujungnya, menangkap cahaya Matahari tapi meredam suhu panasnya, menepis salju, hujan, becek, atau debu dari jalan raya.

Maka, dinding-dinding marmer dalam lorong arkade, jendela-jendela tokonya, adalah tempat terbaik bagi poster-poster. Seorang pelancong dan pejalan kaki yang paling terburu-buru sekalipun akan punya cukup ruang dan waktu untuk menangkap pesan yang ditawarkan poster-poster itu. Lembar-lembar poster pun bisa bertahan cukup lama, terlindung dari panas, hujan, atau debu dan-tak kalah penting-vandalisme.

Inilah kualitas ruang arsitektural dan ruang sosial yang mutlak dibutuhkan bagi kehadiran poster di tempat-tempat umum.

Memasuki awal abad ke-20, Belle Epoque mulai kehabisan energi kreatifnya. Toulouse-Lautrec meninggal dunia (1901). Gaya Art Nouveau sudah begitu dominan, jenuh, dan akhirnya macet. Pembaruan yang penting baru terjadi di awal tahun 1920-an ketika Adolphe Mouron Cassandre (1901-1968) menghadirkan poster-poster transportasi pariwisata dalam corak Art Deco. Karya-karya Cassandre yang bercorak semi-abstrak dan geometris, menghadirkan profil kapal laut atau kereta api yang megah, adalah pencitraan sempurna optimisme kaum modernis akan janji kemakmuran dunia industri.

Cassandre adalah seniman pop dari dunia komersial yang meriah di awal abad 20. Ia menyerap seluruh khazanah pemikiran dan gaya seni rupa yang ditawarkan kaum garda-depan, dari Kubisme, Surealisme, hingga Futurisme, untuk diabdikan bagi kepentingan komersial. Suatu kali, ia menjelaskan: “Poster memang untuk dilihat di jalan. Poster sepantasnya menjadi pemadu arsitektur kota, memperkaya façade-nya yang membentang itu… . Poster pantasnya diproduksi massal, seperti pena atau mobil. Dan, seperti kedua benda itu, poster dirancang untuk menjawab kebutuhan tertentu. Poster punya tugas komersial yang jelas.

Cassandre tidak sekadar sedang bertutur tentang peran dan fungsi poster. Ia sedang menjelaskan arti penting dunia niaga dan industri sebagai patron yang membutuhkan sekaligus menghidupkan poster. Dan, ketika dunia niaga dan industri ini ambruk terimpit dua Perang Dunia, poster bisa tetap hidup dan mengambil peran baru, dibawah patron barunya: negara dan pemerintah.

Antara dua perang: poster dan propaganda

Perang Dunia I (1914) memantik energi lain dari lembar poster: propaganda. Poster muncul untuk membawa pesan penggalangan dana lewat penjualan surat berharga oleh negara, perekrutan kaum muda untuk jadi tentara, mendorong partisipasi sipil dalam berbagai kegiatan bela negara, ajakan untuk memacu produksi, dan tentu saja, mengajak publik menghujat kebejatan musuh.

Kebutuhan untuk menyampaikan pesan yang langsung dan tegas dalam propaganda akhirnya hanya memberi tempat bagi corak gambar realis sederhana atau bahkan kasar. Peran penting ada pada teks yang keras dan sloganistis. Perhatikan, misalnya, karya James Montgomery Flagg (1877-1960), dengan sosok Paman Sam yang menunjuk, dan di bagian bawahnya tertulis: “I Want You for US Army”, serta anjuran untuk segera menghubungi tempat pendaftaran terdekat. Poster dengan gaya dan pesan semacam ini bertebaran di negara-negara yang terlibat perang.

Produksi besar-besaran poster di masa perang ini, khususnya di Amerika Serikat, dengan jelas menunjukkan kuatnya dukungan lembaga-lembaga pemerintah. Sedemikian pentingnya propaganda dan diseminasi wacana patriotisme yang dibutuhkan dalam masa perang dan konflik ini sehingga dibentuk Kantor Informasi Perang AS, Agustus 1942. Lembaga ini membentuk Biro Publikasi Grafis yang menghimpun seniman untuk merancang dan menyiapkan bahan publikasi grafis, khususnya poster, untuk berbagai badan pemerintahan AS. Tak kurang dari Archibald MacLeish, penyair yang dikagumi Chairil Anwar itu, pernah memimpin biro ini.

Patronase politik dan pesan-pesan propaganda resmi pemerintah/negara dalam poster juga terjadi di Jerman, Rusia, juga kemudian Cina, Kuba, dan sejumlah negara lain. Pemerintah dan negara yang baru terbentuk ini membutuhkan legitimasi dan sekaligus mobilisasi massa.

Meskipun produksi poster termasuk berlimpah pada masa-masa krisis seperti ini, tak banyak pencapaian atau pembaruan artistik yang hadir dalam poster-poster di masa ini.

Pengecualian bisa diberikan untuk poster-poster dari periode yang singkat di Rusia awal 1920-an ketika El Lissitzky dan kawan-lawan menghadirkan “Konstruktivisme”, ramuan baru kaum modernis Rusia atas aliran Kubisme-Futurisme yang sudah berkembang lebih awal di Eropa Barat. Poster-poster dari masa ini sudah mulai memanfaatkan fotografi dan proses cetak offset. Komposisinya berisi campuran gambar dan teks dalam tata serba diagonal, bertumpangsusun bagai rangka konstruksi bangunan pabrik. Inilah corak seni rupa yang ingin menampilkan citra gerak dinamis zaman itu.

Tapi, segera saja gaya yang menampilkan abstraksi dan tafsir personal ini dianggap tidak komunikatif dan tidak menunjukkan semangat juang kaum buruh dan tani. Seiring menguatnya kekuasan Joseph Stalin, Konstruktivisme digeser oleh gaya resmi “realisme sosialis” dengan pencitraan serba “realistis”-yang tak jarang justru jadi serba romantis atau bahkan utopis-tentang hasil pembangunan Rusia. Tak ketinggalan, sosok Stalin sendiri mulai sering mendominasi poster-poster ini.

Hal serupa terjadi juga di Cina. Sejak awal kekuasaannya Partai Komunis Cina sudah mulai memanfaatkan poster untuk menyebarluaskan pesan-pesan resmi partai. Pada awalnya, tampak masih ada pengaruh simbolisme seni rupa tradisi dalam poster-poster ini. Tapi, seperti juga di Rusia, gaya semacam ini segera digantikan oleh gaya resmi “realisme sosialis” ala Cina: petani dan buruh yang berseri, dengan latar hasil panen melimpah dan pabrik-pabrik bercerobong menjulang. Dan, tentu saja, Ketua Mao dengan wajah tersenyum lebar.

Pengecualian hanya terjadi pada negeri sosialis Eropa Timur dengan tradisi seni poster yang sungguh unik: Polandia. Berbekal simbolisme dalam seni rupa tradisionalnya, komunitas kota yang rekat, maraknya dunia teater, dan juga lemahnya pengaruh garis keras Stalin, seniman poster Polandia berhasil mengembangkan corak artistik yang kaya dengan tafsir dan gaya personal senimannya hingga masa sekarang.

Dari luar Eropa Timur, Kuba juga menunjukkan kecenderungan lain. Tema perjuangan kaum buruh dan tani, sosok pemimpin, dan solidaritas Dunia Ke-Tiga hadir dalam citarasa “pop” dalam poster-poster Kuba. Kebebasan artistik yang cukup terbuka di masa singkat awal 1960-an telah memungkinkan masuknya informasi tentang corak seni rupa “pop” yang baru berkembang di AS. Dan juga, pemerintah Kuba sedang berusaha berdiri netral di jajaran negara Non-Blok, menjauh dari blok Rusia. Maka, Kuba tidak merasa perlu untuk mengadopsi corak kesenian “realisme sosialis” dari mana pun. Beberapa poster dari masa ini diproduksi dengan teknik sablon-teknik cetak kegemaran Andy Warhol-dalam warna-warni yang kontras dan cerah.

Demokratisasi dan poster

Melewati masa penuh konflik, poster seperti kehilangan peran pentingnya. Pada kasus AS ini jelas berhubungan dengan merosotnya kebutuhan pemerintah akan poster di masa pascaperang. Dari arah lain, memasuki awal 70-an, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah cenderung terus berkurang. Protes atas Perang Vietnam (1965-1973) dan kasus Watergate (1973) di AS, misalnya, secara langsung memunculkan kesadaran baru pada masyarakat AS untuk aktif mengawasi pemerintahan. Pemilu, yang setelah Perang Dunia II, sampai akhir 60-an masih menjadi pemesan poster terbesar, terus menurun tingkat partisipasiya.

Inilah pola perkembangan yang ternyata terus berlanjut di tingkat global sampai saat ini: munculnya kekuatan-kekuatan baru dalam masyarakat yang mendinamisasi perkembangan demokrasi sosial. Banyak di antaranya, yang sekarang disebut sebagai LSM/Ornop, telah berkembang menjadi komunitas transnasional dengan perhatian terhadap isu politik yang khusus: hak asasi manusia, hak perempuan, pengelolaan lingkungan hidup, hak konsumen, hak anak, hingga perlindungan terhadap hewan. Inilah kekuatan baru yang memperjuangkan isu “subpolitik” seperti dikemukakan Anthony Giddens dalam paparannya tentang “Jalan Ketiga” perkembangan demokratisasi sosial di tingkat global. Melalui jaringan tingkat lokal, regional dan transnasional, sering kali lembaga-lembaga ini mampu-secara lebih efektif dan legitimate-mendesakkan perubahan-perubahan kebijakan politik pemerintah/negara.

Dalam banyak kampanye mereka, kelompok-kelompok inilah yang masih memanfaatkan dan memunculkan “wibawa” poster. Walau tidak lagi menjadi media utama dalam suatu kampanye massa, poster masih bisa menjadi penyampai pesan di tempat-tempat kelompok pendukung mereka berhimpun. Atau, di banyak kota di Eropa yang masih menyediakan ruang dan waktu bagi kaum flâneur, poster ini masih bisa menyebar di tengah masyarakat kota.

Dibanding dengan masa sebelumnya, poster propaganda kontemporer jadi lebih mendekati gaya ungkap periklanan modern. Jika propaganda masa krisis punya karakter menghujat, mengganyang, dan instruktif, maka propaganda masa kini bersifat mengajak, persuasif, dan argumentatif. Ia menjadi penyampai argumentasi suatu wacana subpolitik.

Dalam pola dinamika sosial inilah kita bisa memahami kehadiran poster-poster dalam pameran “Menyerang Kekerasan Sayap-Kanan” ini. Misalnya, kita dapat melihat adanya hubungan yang jelas antara wacana yang ingin disebarkan dan adanya kelompok sosial yang melahirkan dan mendukung wacana ini. Termasuk dalam hal ini, tentu saja, Pemerintah Federal Jerman yang secara resmi menempatkan perkara kekerasan Sayap-Kanan dan Neo-Nazi sebagai ancaman terhadap demokrasi. Tanpa kondisi dan ruang sosial-politik seperti ini akan sulit bagi kita untuk membayangkan bahwa poster-poster, yang secara lugas berkonfrontasi dan melawan kekerasan Sayap-Kanan ini, bisa tercipta dan hadir di ruang publik.

Di luar soal mutu karya, inilah hal mendasar yang membedakan poster-poster yang ada dalam paket pameran “Menyerang Kekerasan Sayap-Kanan” prakarsa AGI-Goethe Institut dan “Melihat Indonesia Damai” prakarsa FDGI.

Pertama, poster-poster karya FDGI itu sebenarnya masih berupa “rancangan poster”, belum jadi poster “sungguhan” yang hadir di ruang publik secara massal. Kedua, kita tak tahu persis di mana kekuatan lembaga sosial yang menghadirkan, mendukung, atau memperjuangkan wacana “Indonesia Damai” dalam poster-poster itu, baik dari lembaga pemerintah/negara atau swadaya masyarakat. Hal ini, berakibat langsung pada soal ketiga ini: kedalaman dan ketajaman pesan yang ingin disampaikan melalui poster-poster itu. Wacana “Indonesia Damai” yang diajukan tak bisa menunjuk langsung apa dan siapa “musuh”nya, tak punya landasan untuk menjangkau wacana yang ingin dimenangkannya. Itulah sebabnya mengapa umumnya poster-poster dalam pameran FDGI berakhir pada “imbauan moral” yang normatif, ditujukan kepada sembarang orang, dengan kecenderungan pesan bernada sloganistis

Untuk masalah terakhir ini, soal utamanya bukanlah pada keterampilan menggambar atau membuat tampilan visual yang baik dan menarik. Tapi, lebih pada kekuatan argumentasi yang ingin disampaikan. Sebagian besar, untuk tidak mengatakan semua, terjebak pada ungkapan kata dan rupa yang klise tentang perdamaian. Daya persuasi dan argumentasi yang layaknya muncul dari sebuah poster propaganda kontemporer justru tertimbun oleh ungkapan-ungkapan klise ini. Kata & quot;damai & quot;, burung merpati putih, dan berbagai simbolisasi dengan warna merah-putih adalah unsur-unsur yang komunikatif, tapi sekaligus usang. Sebagai simbol dan metafor semua itu tak lagi punya kilau yang memukau.

Persoalan yang kurang lebih sama sebenarnya dihadapi oleh para mahasiswa perancang poster “Menyerang Kekerasan Kaum Kanan”. Sosok musuh yang sudah begitu dikenal melalui atribut swastika Nazi, tangan menghormat ala Nazi, sepatu boot penerbang, atau bahkan kumis Hitler, adalah simbol-simbol yang dapat menjerumuskan setiap perancang dan seniman poster ke dalam jebakan klise.

Dalam banyak poster, hal ini tetap terjadi. Namun, cukup banyak juga yang berhasil menghindari jebakan klise ini dengan memanfaatkan kekuatan kejutan humor. Humor, sering kali merupakan pendekatan yang berguna dalam komunikasi massa. Pertama, karena humor, dengan kejutan yang dibawanya, hanya mungkin hadir jika ada semacam rumusan cara pandang baru atas suatu masalah. Humor mengedepankan ironi suatu perkara dan karenanya sering beriringan dengan hadirnya metafor segar yang terhindar dari klise. Kedua, humor melemahkan daya resistensi “lawan” atau sasaran penerima pesan. Ini adalah pilihan taktis agar pesan poster itu bisa menyusup ke dalam ruang kesadaran orang.

Dan, pada akhirnya-ini yang penting-bibit kesadaran baru ini, yang tersebar ke banyak orang, selayaknya dapat dihimpun menjadi kekuatan sosial yang mendesakkan berbagai perubahan. Tanpa kemampuan organisasi sosial seperti ini, komunikasi sosial berpesan apa pun dan dalam bentuk apa pun hanya akan jadi sampah di tengah lautan informasi global.

Untuk soal penting ini, tampaknya kita masih harus mengakui bahwa perkembangan unsur penguat sendi masyarakat madani dan demokrasi di Indonesia (parpol, juga LSM/Ornop, dan berbagai komunitas sejenis) masih lebih menyerupai amuba: besar jumlahnya karena selalu membelah diri, tapi tak berevolusi menjadi organisme yang canggih dan tangguh. Kondisi sosial-politik-kultural semacam inilah yang, meminjam penjelasan Werner Ruf dalam pengantarnya untuk pameran poster “Menyerang Kekerasan Sayap-Kanan” ini, cenderung memberi ruang bagi berlangsungnya “pembiasaan kekerasan dalam kehidupan sehari-hari”.

Dibutuhkan lebih dari sekadar poster untuk melawan semua itu. Setiap lembar poster, untuk bisa sampai pada “daya penyelamatan”-nya-seperti yang dilontarkan Steven Heller di awal esai ini-sebenarnya menuntut komitmen sosial-politik-kultural yang jelas, kuat, dan meluas, melampaui luas bidang dinding yang dibutuhkan untuk menempelkannya.

Bauhaus adalah sebuah ikon dari perkembangan Seni dan Arsitektur yang lahir akibat revolusi industri di daratan Eropa pada awal abad 20. Seni dan Arsitektur Bauhaus merupakan aliran dengan ideolog Perdamaian antara Seni dan Industri. Kelahiran Bauhaus didahului dengan terbentuknya Deutscher Werkbund pada 9 Oktober 1907 di Munchen, Jerman, yang digagas oleh 2 (dua) arsitek, Theodor Fischer dan Hermann Mutheseus.

Deutscher Werkbund adalah nama kelompok diskusi yang terdiri dari seniman muda, arsitek muda, penulis muda, pengrajin muda dan kalangan industri, yang pada awal berdirinya, kelompok ini beranggotakan 12 seniman dan 12 pemilik industri dan dianggap kelompok kelas menengah waktu itu.

Mereka ingin mencari solusi untuk meningkatkan kualitas produk-produk desain Jerman. Selain itu, diskusi ini juga mengarah pada usaha melepaskan diri dari idiom-idiom desain konservatif yang telah berkembang di daratan Eropa, termasuk Jerman selama berabad-abad, sehingga Deutscher Werkbund dikenal sebagai pionir Modernism dalam ranah arsitektur. Henry-Russel Hitchcock dan Philip Johnson lantas mempopulerkan Deutscher Werkbund sebagai The International Style pada pameran Arsitektur Modern di The Museum of Modern Art, New York, 1932.

Akibat perbedaan ideologi, pada 1914 Deutscher Werkbund terpecah dua, menjadi kelompok Typisierung yang dipimpin Peter Behrens dan Mutheseus serta kelompok Kunstwollen yang dipimpin oleh Henry van de Velde, Hugo Haering, Hans Poelzig dan Bruno Taut. Arsitek muda Walter Gropius termasuk dalam kelompok Kunstwollen yang pada akhirnya mendirikan Bauhaus di kota Wiemar, Jerman, pada 1919. Kota Wiemar adalah sebuah Acropolis (Negara-Kota) berbentuk republik yang baru saja berdiri.

2. Tokoh-tokoh dalam Constructivism

 

Art Deco

Filed under: 7 aliran desain,Art Deco — fabolousse7entd1 @ 11:16 am

ART DECO

Art Deco adalah sebuah gerakan desain yang populer dari 1920 hingga 1939, yang mempengaruhi seni dekoratif seperti arsitektur, desain interior, dan desain industri, maupun seni visual seperti misalnya fesyen, lukisan, seni grafis, dan film. Gerakan ini, dalam pengertian tertentu, adalah gabungan dari berbagai gaya dan gerakan pada awal abad ke-20, termasuk Konstruksionisme, Kubisme, Modernisme, Bauhaus, Art Nouveau, dan Futurisme. Popularitasnya memuncak pada 1920-an. Meskipun banyak gerakan desain mempunyai akar atau maksud politik atau filsafati, Art Deco murni bersifat dekoratif. Pada masa itu, gaya ini dianggap anggun, fungsional, dan ultra modern.

Sejarah Art Deco

Setelah Eksposisi Dunia 1900, berbagai seniman Perancis membentuk sebuah kolektif resmi, La Société des artistes décorateurs. Para pendirinya antara lain adalah Hector Guimard, Eugène Grasset, Raoul Lachenal, Paul Follot, Maurice Dufrene dan Emile Decour. Para seniman ini sangat mempengaruhi prinsip-prinsip Art Deco pada umumnya. Maksud perhimpunan ini adalah memperlihatkan tempat terkemuka dan evolusi seni dekoratif Perancis secara internasional. Wajarlah bila mereka mengorganisir Exposition Internationale des Arts Décoratifs et Industriels Modernes (Eksposisi Internasional untuk Seni Industri dan Dekoratif Modern) pada 1925, yang menampilkan seni dan kepentingan bisnis Perancis.

Gerakan awal ini disebut Style Moderne. Istilah Art Deco diambil dari Eksposisi 1925, meskipun baru pada 1960-an istilah ini diciptakan, ketika terjadi kebangkitan kembali Art Deco.

Sumber-sumber dan Atribut-atribut Art Deco

Walter Dorwin Teague‘s “Beau Brownie” camera for Eastman Kodak.

secara umum dianggap sebagai suatu bentuk eklektik dari keanggunan dan gaya modernisme, yang dipengaruhi berbagai sumber. Diantaranya adalah seni tradisional Afrika, Mesir, atau Aztek Meksiko, dan juga Abad Mesin atau teknologi Streamline seperti penerbangan moderen, Penerangan listrik, radio, dan bangunan pencakar langit. Pengaruh desain ini terlihat pada fractionated, crystalline, bentuk facet dari dekorasi Kubisme dan Futurism, dalam wadah Fauvisme. Tema populer lain dalam Art Deco adalah bentuk-bentuk bersifat trapezoid, zigzag, geometri, dan bentuk puzzle, yang banyak terlihat pada karya mula-mula. Sejalan dengan pengaruh-pengaruh ini,Art Deco dikarakterkan dengan penggunaan bahan-bahan seperti aluminum, stainless steel,lacquer , inlaid wood, kulit hiu (shagreen), dan kulit zebra. Penggunaan berani dari bentuk bertingkat, sapuan kurva (unlike the sinuous, natural curves of the Art Nouveau), pola-pola chevron , dan motif pancaran matahari adalah tipikal dari Art Deco. Beberapa dari motif ini sering muncul pada saat ini— contohnya, motif pancaran matahari dalam berbagai konteks seperti sepatu wanita, radiator grilles, auditorium dari Radio City Music Hall, dan puncak dari Gedung Chrysler.

KOTA Bandung termasuk dari sederetan kota-kota di dunia yang memiliki Arsitektur langgam Art-Deco yang signifikan. Langgam Art Deco sangat indah dan dapat dinikmati oleh setiap orang. Di Asia disebutkan hanya ada tiga kota yang memiliki koleksi bangunan dan kawasan dengan Arsitektur langgam Art-Deco, yaitu Shanghai, Bombay, dan Bandung.

Keunikan karya Arsitektur yang satu ini adalah karena kelahiran Art-Deco terjadi di antara dua Perang Dunia, yaitu antara tahun 1920 s.d 1939. Periode setelah itu, yaitu sekitar tahun 1950-an, memang masih ada karya Arsitektur yang bernafaskan Art-Deco, tetapi lebih karena pengaruh Art Deco yang masih berlangsung. Dengan alasan sejarah karya seni inilah, maka dirasakan perlunya satu konsensus nasional untuk bukan saja mengamankan benda bersejarah di Bandung ini, tetapi juga menghidupkan kembali.

Pada masa dilahirkannya karya Arsitektur berlanggam Art Deco, tentu saja nama itu belum ada. Yang dikenal adalah istilah Modernistic atau Style Moderne. Barulah di tahun 1960-an Bevis Hllier, seorang sejarawan dan kritikus seni dari Inggris menggunakan istilah Art-Deco dengan resmi.

Nama Art Deco diilhami dari satu pameran Exposition Internationale des Arts Decoratifs Industriale et Modernes yang diadakan di Paris pada tahun 1925. Art Deco menunjukkan suatu istilah langgam decoratif yang terbentuk di antara tahun 1920-1930.

Sejak tahun 1970-an hingga kini istilah Art Deco telah diterima dengan luas. Pada munculnya seni Art-Deco ini boleh dikatakan listrik dan lampu tidak banyak dipakai, mengingat bahaya perang. Suatu masa depresi yang sangat besar terjadi. Pada masa itu juga banyak perubahan sosial, ketika wanita tidak lagi harus menggunakan corset dan boleh merokok. Masa yang penuh dengan “kebebasan” untuk mengekspresikan diri dan sangat berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Demikian pula terjadi dengan gerakan-gerakan Arsitektur.

Jadi apa yang membedakan antara langgam Arsitektur ini dengan langgam lainnya? Pada dasarnya karena adanya gerakan Modernisme. Gerakan ini memenuhi konsep modernisme, yaitu tuntutan estetika menuju bentuk sederhana. Hanya saja kelemahannya di satu pihak gerakan modernisme membebaskan diri dari keterikatan Arsitektur Klasik, tetapi di pihak lain membuat “ikatan” sendiri dalam bentuk konsensus internasional (International Style).

Art Deco menginduk pada modernisme hanya saja lebih fokus pada berbagai variasi dekoratif dalam berbagai produk. Karakter yang paling utama adalah bentuk Geometrik murni dan Kesederhanaan (Simplicity); acapkali dengan warna-warna cemerlang dan bentuk sederhana untuk merayakan hadirnya dunia komersial dan teknologi. Dari sinilah lahir Art Deco yang menjadi penanda jaman dalam bentuk-bentuk Arsitektur yang anggun.

Sesuai dengan klasifikasi yang ada; arsitektur langgam Art-Deco dibedakan menjadi empat, yaitu Floral Deco , Streamline Deco, Zigzag Deco, dan Neo-Classicael Deco. Di Indonesia, banyak dikenal dua langgam yang pertama disebut pertama; jarang didapati corak ketiga dan keempat.

Karya Arsitektur langgam Art Deco di Bandung terlihat dua macam mainstream; yaitu yang penuh dengan inovasi seni dekoratif, antara lain diwakili oleh Gereja Katedral St. Petrus (1922), Gereja Bethel (1925), Hotel Preanger (1929), Vila Isola (1932), dirancang oleh CP Wolff Schoemaker. Yang kedua, yaitu yang memanfaatkan dekorasi florel; jumlah bangunan seperti ini saat ini paling besar di Bandung. Yang ketiga yang mengutamakan fasade streamline, yaitu Hotel Homann (1931), Bank Pembangunan Daerah, Villa Tiga Warna dan Vila Dago Thee dirancang oleh A.F. Albers antara tahun 1931 s.d 1938.

Seluruh karya arsitek Belanda di Bandung ini menjadi Penanda Jaman. Yang paling menonjol dalam konsep mereka adalah pemikiran hadirnya bangunan-bangunan tersebut di Bandung, sebagai daerah beriklim tropis; sehingga respons terhadap iklim itu sangat terasa terlihat dalam orientasi bangunan dan bentuknya yang mereka sebut tropische art deco.

Popularitas Art Deco merupakan spirit dan semangat yang menjiwai karya-karya arsitektur pada masa kini. Dapat diramalkan Arsitektur langgam Art-Deco ini menjadi daya tarik yang makin besar. Art Deco Look akan menjadi gerakan “lama” yang baru dan menjadi pendorong bagi investor untuk menghasilkan karya-karya yang dapat dinikmati oleh masyarakat Kota Bandung dan masyarakat yang lebih luas.

Spektrum Art Deco

Art Deco adalah gaya hias yang lahir setelah Perang Dunia I dan berakhir sebelum Perang Dunia II yang banyak diterapkan dalam berbagai bidang, misalnya eksterior, interior, mebel, patung, poster, pakaian, perhiasan dan lain-lain. Dalam perjalanannya Art Deco dipengaruhi oleh berbagai macam aliran modern, antara lain Kubisme, Futurisme dan Konstruktivisme serta juga mengambil ide-ide desain kuno misalnya dari Mesir, Siria dan Persia. Seniman Art Deco banyak bereksperimen dengan memakai teknik baru dan material baru, misalnya metal, kaca, bakelit serta plastik dan menggabungkannya dengan penemuan-penemuan baru saat itu, lampu misalnya, karya-karya mereka memakai warna-warna yang kuat serta bentuk-bentuk abstrak dan geometris misalnya bentuk tangga, segitiga dan lingkaran terbuka, tetapi mereka kadang masih menggunakan motif-motif tumbuhan dan figur, tetapi motif-motif tersebut cenderung mempunyai bentuk yang geometris. Komposisi elemen-elemennya mayoritas dalam format yang sederhana.
Asal usul Nama Art Deco
Ungkapan Art Deco diperkenalkan pertama kali pada tahun 1966 dalam katalog yang diterbitkan oleh Musée des Arts Décoratifs di Paris yang pada saat itu sedang mengadakan pameran dengan tema „Les Années 25“ yang bertujuan untuk meninjau kembali pameran internasional „Exposition Internationale des Arts Décoratifs et Industriels Modernes“ yang diselenggarakan pada tahun 1925 di Paris. Sejak saat itu nama Art Deco menjadi dikenal dan semakin populer dengan munculnya beberapa artikel dalam media cetak. Pada tanggal 2 November 1966 artikel yang berjudul „Art Deco“ dimuat di The Times, setahun kemudian artikel „Les Arts Déco“ dari Van Dongen, Chanel dan André Groult furniture dimuat dalam majalah Elle. Ungkapan Art Deco semakin mendapat tempat dalam dunia seni dengan dipublikasikannya buku „Art Deco“ karangan Bevis Hillier di Amerika pada tahun 1969. Jadi sebelum tahun 1966, masyarakat belum mengenal nama Art Deco dan menamai seni yang populer di antara kedua perang dunia itu sebagai seni modern.

Latar Belakang Munculnya Art Deco

Revolusi Industri
Pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20, adalah kurun waktu di saat masyarakat dunia diliputi oleh berbagai macam konflik. Konflik-konflik ini muncul sebagai akibat dari Revolusi Industri yang menciptakan pergeseran sosial, berbagai macam pengetahuan dan teknologi baru membawa perubahan besar dalam kehidupan manusia. Keadaan sosial masyarakat berubah, dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industrial. Kekuatan mesin menggantikan tenaga manusia yang sangat terbatas. Apa yang masyarakat lihat dan dengar berubah secara cepat. Barang-barang untuk keperluan hidup sehari-hari mulai banyak diproduksi oleh mesin dan secara massal. Meskipun demikian tidak semua masyarakat menerima dan menyukai barang-barang yang diproduksi oleh mesin, banyak yang masih menyukai hasil kerajinan tangan dengan seni tradisional. Barang-barang produksi mesin tidak seindah hasil kerajinan tangan meskipun harganya tidak mahal tapi tidak banyak peminatnya, sebaliknya barang-barang kerajinan tangan sangat tinggi mutunya, indah dan personal tapi mahal harganya. Revolusi Industri juga membawa perubahan pada Arsitektur. Selama berabad-abad arsitek hanya mengkonsentrasikan karyanya pada bangunan-bangunan ibadah, kastil, istana dan rumah para bangsawan. Setelah adanya Revolusi Industri diperlukan suatu tipologi bangunan yang berbeda dari abad sebelumnya, misalnya, pabrik, stasiun, bangunan perdagangan, bangunan perkantoran, perumahan dan lain lain. Seiring dengan meningkatnya jumlah produksi meningkat pula jumlah pabrik, agar distribusi menjadi lancar, dibuat jalan-jalan raya penghubung antarkota dan negara, diciptakan pula alat transportasi modern, misalnya mobil, kereta, kapal dan pesawat. Sehingga pada jaman itu muncul konsepsi-konsepsi baru tentang iklan, fotografi, produksi massal dan kecepatan/laju.

Perang Dunia I
Perang Dunia I yang berlangsung di Eropa pada tahun 1914-1918 menyebabkan kerugian jiwa dan materi yang besar. Setelah perang berakhir, masyarakat sibuk menata kembali lingkungannya, membangun kembali tempat tinggalnya dan mereka memerlukan berbagai macam peralatan rumah tangga, perhiasan, pakaian, keramik dan lain-lain, hal ini memberikan kesempatan kepada para seniman untuk bereksperimen dan memberikan semangat kepada mereka untuk menghasilkan inovasi-inovasi baru. Barang-barang yang diperlukan masyarakat adalah yang modern dan fungsional. Art Nouveau suatu gerakan seni yang popular pada tahun 1894-1914 tidak lagi bisa bertahan lama karena hasil karya mereka kurang fungsional, penuh dekorasi dan harganya sangat mahal.

Usaha-usaha Mencari Solusi Permasalahan
Seni modern yang muncul pada awal abad ke 20 ini merefleksikan sensasi yang dialami pada waktu itu. Para seniman mencari pemecahan atas konflik yang timbul dengan menciptakan suatu gaya yang dapat merangkul selera semua lapisan masyarakat. Sekolah-sekolah seni dan pameran pameran seni adalah tempat yang dipakai oleh para seniman untuk bertukar pikiran dan menciptakan ide-ide baru. Pengenalan terhadap material baru seperti plastik, bakelit, kaca dan krom mengharuskan para seniman mencari cara dan gaya sehingga material tersebut dapat diolah dan diproduksi secara massal. Adapula yang meniru rancangan-rancangan lama yang disukai dan terbilang mewah karena berasal dari material yang langka dan biasanya dikerjakan oleh pengrajin, tujuan meniru tersebut agar hasil karya itu bisa dinikmati oleh semua lapisan masyarakat. Pengertian bahwa dengan desain yang bagus dapat menaikkan omset penjualan sudah dikenal oleh para seniman dan pengusaha, hal ini membuat mereka berpikir bagaimana menghasilkan barang dengan desain yang bagus, artinya sesuai dengan selera pasar dan dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat. Usaha-usaha pencarian desain yang sesuai dengan selera masyarakat dapat dilihat dalam keragaman hasil rancangan para seniman tersebut.

Sekilas Tentang Art Deco

Art Deco adalah gaya hias yang lahir setelah Perang Dunia I dan berakhir sebelum Perang Dunia II yang banyak diterapkan dalam berbagai bidang, misalnya eksterior, interior, mebel, patung, poster, pakaian, perhiasan dan lain-lain. Dalam perjalanannya Art Deco dipengaruhi oleh berbagai macam aliran modern, antara lain Kubisme, Futurisme dan Konstruktivisme serta juga mengambil ide-ide desain kuno misalnya dari Mesir, Siria dan Persia. Seniman Art Deco banyak bereksperimen dengan memakai teknik baru dan material baru, misalnya metal, kaca, bakelit serta plastik dan menggabungkannya dengan penemuan-penemuan baru saat itu, lampu misalnya, karya-karya mereka memakai warna-warna yang kuat serta bentuk-bentuk abstrak dan geometris misalnya bentuk tangga, segitiga dan lingkaran terbuka, tetapi mereka kadang masih menggunakan motif-motif tumbuhan dan figur, tetapi motif-motif tersebut cenderung mempunyai bentuk yang geometris. Komposisi elemen-elemennya mayoritas dalam format yang sederhana.

Asal usul Nama Art Deco

Ungkapan Art Deco diperkenalkan pertama kali pada tahun 1966 dalam katalog yang diterbitkan oleh Musée des Arts Décoratifs di Paris yang pada saat itu sedang mengadakan pameran dengan tema „Les Années 25“ yang bertujuan untuk meninjau kembali pameran internasional „Exposition Internationale des Arts Décoratifs et Industriels Modernes“ yang diselenggarakan pada tahun 1925 di Paris. Sejak saat itu nama Art Deco menjadi dikenal dan semakin populer dengan munculnya beberapa artikel dalam media cetak. Pada tanggal 2 November 1966 artikel yang berjudul „Art Deco“ dimuat di The Times, setahun kemudian artikel „Les Arts Déco“ dari Van Dongen, Chanel dan André Groult furniture dimuat dalam majalah Elle. Ungkapan Art Deco semakin mendapat tempat dalam dunia seni dengan dipublikasikannya buku „Art Deco“ karangan Bevis Hillier di Amerika pada tahun 1969. Jadi sebelum tahun 1966, masyarakat belum mengenal nama Art Deco dan menamai seni yang populer di antara kedua perang dunia itu sebagai seni „modern“.

Spektrum Art Deco, Sekilas Kapal Normandie
Pengaruh Art Deco meresap ke segala bidang, hal ini dapat dilihat pada karya kapal Normandie. Dengan adanya penelitian dan pengembangan teknologi dalam bidang perkapalan, transportasi laut pada saat itu maju dengan pesat, terbukti dengan selesai dirakitnya kapal layar Normandie pada tahun 1935, yang mempunyai panjang 313 M. Kapal layar Normandie yang pada saat itu adalah kapal terbesar dan tercepat dengan interiornya yang mewah merupakan lambang kebanggaan rakyat Perancis, karena data-data teknis yang dipunyai, kapal layar tersebut berhak memakai tanda “Blue Band” yaitu sebuah simbol yang melambangkan kapal layar tercepat di Atlantik utara. Dalam interior kapal layar Normandie banyak dijumpai karya-karya seniman Art Deco Perancis, seperti misalnya Perusahaan Daum (di kota Nancy), Sabino dan René Lalique yang merancang barang-barang dengan bahan dari kaca, mereka merancang cawan sampanye, pemanas ruangan, lampu di ruang makan sampai kolam kaca dengan air terjunnya. Perusahaan Jules Leleu, Ala-voine dan perusahaan interior Dominique merancang tata letak dan mebelnya. Christofle merancang semua barang-barang yang dibuat dari bahan dasar emas dan perak, Roger dan Gallet merancang parfum, Raymond Subes merancang barang-barang dari logam, Jean Puiforcat merancang peralatan makan, sedangkan hiasan-hiasan tambahan seperti patung, relief-relief dirancang oleh Léon Drivier, Pierre Poisson, Saupique, Pommier, Delamarre, Bouchard, Baudry dan Dejean. Meskipun banyak ahli interior dan dekorator yang ikut berperan dalam penataan ruang dan dekorasinya, misalnya Leleu, Montagnac, Dominique, Follot, Simon, Laprade, Pascaud, Süe, Prou, Domin, hasilnya tidak bertabrakan satu sama lain karena semuanya sudah direncanakan dengan seksama. Oleh karena itu tidak berlebihan bila kapal layar Normandie dinamai dengan pameran berjalan, karena banyaknya seniman Art Deco yang ikut andil serta beragamnya barang-barang yang dirancang. Dari gambaran ini terlihat bahwa spektrum Art Deco mencapai berbagai macam bidang.

Para Seniman Art Deco
Telah kita ketahui bahwa Art Deco berkembang dengan baik pada tahun-tahun setelah terjadinya perang dunia pertama dan sebelum meletusnya perang dunia kedua. Tetapi dapat dikatakan bahwa Art Deco yang orisinal lahir pada awal tahun-tahun setelah berakhirnya perang dunia pertama, saat para seniman sedang bereksperimen mencari perspektif baru dengan menolak menggunakan ornamen yang identik dengan Art Nouveau, mereka seolah-olah ingin memutuskan diri dengan gaya Art Nouveau. Di samping menggunakan lagi ornamen-ornamen historis, mereka saling bertukar pikiran untuk berbagi inspirasi. Untuk menggabungkan kesemuanya itu, mereka menggunakan pendekatan eklektik. Para seniman dari berbagai media dengan cepat mengadopsi gaya yang spektakuler ini. Poster, perhiasan, mebel, keramik, patung, lukisan, pekerjaan dari metal bahkan pakaian ikut memeriahkan seni modern yang sedang populer pada saat itu.

Beberapa desainer sangat identik dengan Art Deco, misalnya Jaques-Emile Ruhlmann yang dikenal sebagai master Art Deco melalui karya mebelnya yang hampir selalu memakai material mahal. Desainer mebel lain misalnya Paul Follot, Pierre Chareau, Clement Rousseau, tim desain Süe et Mare (Louis Süe and André Mare) serta Eileen Gray. Rene Lalique dikenal dengan hiasan dari kaca dan desain perhiasannya, Susie Cooper dan Clarice Cliff terkenal dengan keramiknya, Jean Puiforcat dengan perak dan pekerjaan metalnya, Paul Poiret terkenal dengan motif tekstilnya, dan A.M Cassandre dikenal dengan poster-posternya.

Desainer Art Deco terbagi menjadi dua kelompok, kelompok pertama adalah desainer yang mengkonsentrasikan diri pada desain yang individual dan dikerjakan dengan kemampuan pekerjaan tangan yang tinggi, rancangan tersebut hanya dapat dibeli oleh kalangan atas, sedangkan kelompok lainnya adalah kelompok desainer yang mengutamakan desain berbentuk geometri dengan berdasarkan pada pertimbangan fungsional.

Beberapa desainer Art Deco yang menciptakan barang-barang untuk masyarakat banyak misalnya Susie (Susan Vera) Cooper (1902-1995) yang terkenal tidak saja sebagai desainer tetapi juga sebagai produser keramik. Ketertarikannya pada keramik ditekuninya sejak tahun 1922. Pada awalnya ia bekerja pada A. E. Gray & Co. Tujuh tahun kemudian ia mendirikan studio serta pabriknya yang memproduksi peralatan makan dan peralatan minum teh untuk masyarakat kelas menengah. Desainer Art Deco lainnya yang berusaha memproduksi barang-barang untuk masyarakat luas adalah René Lalique (1860-1945). René Lalique selain dikenal sebagai desainer perhiasan dikenal juga sebagai desainer glass/kaca. Ia mengawali karirnya sebagai desainer perhiasan Art Nouveau yang sangat inovatif. Pada awal abad ke 20 ia mengalihkan perhatiannya pada material glass/kaca, ia merintis teknik-teknik memproduksi glass/kaca secara massal dalam pabriknya. Ia mendesain berbagai macam jenis barang, misalnya botol parfum, lampu, vas, peralatan makan, patung dan perhiasan dari kaca.

Dari pakaian, perhiasan, poster sampai perabot dan peralatan rumah tangga, semua karya-karya ini memeriahkan dunia Art Deco, para seniman yang menghasilkannya berasal dari berbagai latar belakang. Mereka mencoba menghadirkan karya-karya yang dapat memenuhi kebutuhan manusia saat itu ditengah perubahan jaman. Partisipasi masyarakat luaslah yang membuat seni ini menjadi spektakuler.

 

Futurism

Filed under: 7 aliran desain,Futurism — fabolousse7entd1 @ 11:16 am

FUTURISM (1905-1915)

Futurism adalah aliran seni yang mendukung perkembangan tipografi sebagai unsur ekspresi dalam design sehingga banyak penyair futurism yang memanfaatkan tipo sebagai bagian dari ungkapan perasaannya dalam puisi.

Dan merupakan bagaimana menangkap unsur gerak dan kecepatan ke dalam lukisan dengan memanfaatkan prinsip aneka tampak.

Futurism: dimulai di Italia pada tahun 1910 oleh sekelompok penulis dan seniman, gerakan Futurisme melakukan sebuah pemutusan radikal terhadap masa lampau. Gerakan ini mempromosikan bentukan-bentukan seni yang mencerminkan hidup di era modern, ditandai oleh keserempakan, dinamika dan kecepatan.

Futurisme dari bahasa Perancis, futur atau bahasa Inggris, future yang keduanya berarti “masa depan” adalah:

  1. sebuah ilmu yang mempelajari masa depan
  2. aliran seni yang avant-garde, atau sebelum masanya, terutama pada tahun 1909 Masehi
  3. pandangan yang lebih mementingkan masa depan

LATAR BELAKANG

futurisme adalah suatu paham dari beberapa orang atau sekelompok orang yang percaya atau yakin akan adanya masa mendatang yang lebih baik, dalam arti lebih modern, lebih konkrit, bahkan diyakini bahwa manusia akan mampu menguasai jagad raya dengan tehnologi yang dimilikinya nanti.
harapannya, seperti yang terpampang pada film-film kolosal seperti “star wars” dimana digambarkan bahwa manusia mampu menguasai jagad raya.
hal ini muncul sejak manusia mengenal peradaban yang merupakan titik tolak kemajuan kehidupan manusia sebagai mahluk modern.
hal ini muncul, menurut catatan sejarah, ada di mesir dan daratan tiongkok, sedangkan karya-karyanya berawal dengan dibangunnya spinx dan pyramida di mesir, tembok cina di daratan tiongkok, dan masih banyak lagi lainnya.


Gerakan Futurisme diproklamirkan pada tahun 1909 oleh seorang penulis dan penyair Italia, Filippo Tommaso Marinetti. Futurisme adalah sebuah gerakan seni murni Italia dan sebuah pergerakan kebudayaan pertama dalam abad ke-20 yang diperkenalkan secara langsung kepada masyarakat luas. Bermula dari konsep dalam pergerakan sastra, kemudian merasuk ke dalam bidang kesenian seperti: seni lukis, seni patung, seni musik, desain dan arsitektur. Futurisme ini muncul dari situasi yang ditimbulkan akibat Perang Dunia I, dengan tujuan meninggalkan kenangan pahit, nostalgia, pesimistis, kemudian melepaskan materi-materi, elemen-elemen, dan nilai-nilai lama. Nilai-nilai dari kaum Futuris, dimaksudkan untuk mengiringi dan mengimbangi pergeseran kebudayaan, kekuatan dinamis pasar yang luas, era permesinan, dan komunikasi global yang menurut argumentasi mereka tengah merubah alam realitas dari kebudayaan dunia. Maka khayalan-khayalan kaum Futuris memakai pola-pola geometris untuk mewakili arah gerak dan makna dari pergerakan itu sendiri.
Para seniman dan desainer Futurisme biasanya memanfaatkan hari-hari petang untuk berkumpul, menuliskan manifesto, puisi dan musik. Sifat agresif dan perilaku yang individualis dari kaum Futuris ini lambat laun dimanfaatkan untuk menyebarkan paham Fasisme. Salah seorang Futuris mempublikasikannya dalam surat kabar Perancis, “le Figaro” bertanggal 20 Pebruari 1909, dengan membuat pencampuran atau perpaduan yang tidak mudah di dalam memenuhi kepentingan nasionalisme Italia, kemiliteran dan kepercayaan baru terhadap mesin yang selanjutnya dijelmakan dalam produk mobil dan pesawat terbang. Sebelum Perang Dunia ke II, pergerakan para Futuris Italia yaitu mengantisipasi kemungkinan terjadinya kendala-kendala desain dalam kehidupan sehari-hari, melalui penyerapan dan penggambaran kualitas mekanisasi dan kecepatan, seperti yang telah dibahas oleh Banham dalam bukunya: “Theory and Design in The First Machine Age“. Era ini telah mengispirasikan pelukis Futuris, penyair dan arsitek, diantaranya: Filippo Tommaso Marinetti, Giacomo Balla, Gino Severini, Fornunato Depero, Carra, dan Antonio Sant’Elia untuk menciptakan sebuah karya yang mencerminkan dunia mereka. Itu semua merupakan semangat baru yang mereka junjung tinggi dalam sebuah kelompok yang membawanya kepada politik Fasis, ketika ketergantungan akan keterlibatan emosi dengan gaya hidup kemodernan dan kebaruan di lingkungan masyarakat. Falsafah yang dipakai oleh kaum Futuris hampir sebagian besar diambil dari latar belakang sejarah kemunculan Modernisme. Sebab kita mengetahui, bahwa Futurisme ini merupakan gerakan awal lahirnya Modernisme. Di samping itu, dengan terjadinya Revolusi Industri berpengaruh pula pada Futurisme ini. The Machine Aesthetics atau estetika mesin muncul mempengaruhi ciri-ciri penyusunan tipografi baik pada poster, sampul buku, dan aneka bentuk grafis lain.

Tokoh-tokohnya :